PAPER EPIDEMIOLOGI GIZI
“PENYAKIT JANTUNG KORONER”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
- FITRIANA DWIYANTI (J1A115158)
- HASRULLAH (J1A115163)
- IDUL SAPUTRA (J1A115166)
- LIA HARTATI (J1A115175)
- GIDEON PASAMBO (J1A115161)
- PUPUT HARDIYANTI (J1A115234)
- YUSRIANI (J1A151153)
PEMINATAN: EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit
kardiovaskuler yang paling umum terjadi (43% dari total penyakit
kardiovaskuler) dan menyebabkan kematian tertinggi secara global. Angka
kematian akibat PJK di dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012).
Hingga pada tahun 2030, diperkirakan angka kematian akibat PJK mencapai 23,3
juta secara global (Mathers & Loncar, 2006). Menurut WHO (2012), kejadian
PJK meningkat di negara berkembang dengan pendapatan menengah dan rendah, salah
satunya di Indonesia. Pada tahun 2010, PJK merupakan penyebab kematian
tertinggi ke-enam dengan proporsi 4% dari seluruh kematian di Indonesia (CDC,
2013).
Pada umumnya faktor risiko PJK dipengaruhi
oleh merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik dan tekanan darah tinggi atau hipertensi
(WHO, 2011). Dengan mengontrol indeks masa tubuh, status hipertensi, dan merokok maka risiko terjadinya PJK dapat diminimalisir sebesar 27% dan 41% (Mora et al., 2007). Meskipun demikian mekanisme penurunan risiko
PJK bergantung pada intensitas dari aktivitas fisik, seperti kecukupan hari dan jenis aktivitas fisik yang dilakukan
(Carnethon, 2009). Keluhan pada penderita PJK umumnya berupa nyeri dada di
sebelah kiri dengan rasa seperti beban berat, ditusuk-tusuk, rasa terbakar yang
kadang menjalar ke rahang, lengan kiri dan kebelakang punggung juga disertai
dengan keringat. PJK
disebabkan gaya hidup tidak sehat yang merupakan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi. Faktor risiko seperti perilaku merokok, obesitas, tekanan darah
tinggi serta riwayat penyakit penyerta individu seperti hipertensi sangat
berpengaruh dalam perkembangan PJK (Li & Siegrist, 2012; Mora et al., 2007;
Reddigan et al., 2011).
Indonesia merupakan negara berkembang yang
berpotensi mengalami peningkatan kasus penyakit jantung koroner. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi PJK menurut
hasil wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5%, dan berdasarkan diagnosis
dokter dan/atau gejala sebesar 1,5%. Jumlah ini diperkirankan akan terus
mengalami peningkatan, mengingat bahwa prevalensi faktor resiko terbesar dari
PJK ini terbilang cukup tinggi yaitu terdapat sekitar 26,1% penduduk yang
kurang beraktivitas fisik, 25,8% yang mengalami Hipertensi, 24,3% dengan kebiasaan merokok serta 26,6% untuk
prevalensi obesitas sehingga hal ini tentu akan memicu terjadinya peningkatan
kasus PJK di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, sehingga sangat penting
untuk mengetahui penyakit jantung koroner dengan baik dan jelas untuk
pencegahan maupun dalam hal penanganan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada
makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari penyakit jantung koroner?
2. Apakah determinan dari penyakit jantung koroner?
3. Bagaimanakah frekuensi dari penyakit jantung koroner di Indonesia?
4. Bagaimanakah distribusi dari penyakit jantung koroner di dilihat dari
aspek orang, tempat dan waktu?
5. Bagaimanakah pencegahan dan pengobatan penyakit jantung koroner ditinjau
dari aspek gizi?
6. Bagaimanakah frekuensi dan distribusi penyakit jantung koroner di kota
kendari tahun 2015-2016?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari penyakit jantung koroner
2. Mengetahui determinan dari penyakit jantung koroner
3. Mengetahui frekuensi dari penyakit jantung koroner di Indonesia
4. Mengetahui distribusi dari penyakit jantung koroner di dilihat dari
aspek orang, tempat dan waktu
5. Mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit jantung koroner ditinjau
dari aspek gizi
6. Mengetahui frekuensi dan distribusi penyakit jantung koroner di kota
kendari tahun 2015-2016
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah
penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria
akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya (Abdul Majid,
2007). Menurut WHO, Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah ketidaksanggupan
jantung akut atau kronis yang timbul karena kekurangan suplai darah myokardium
sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner (Knight, 1996).
Definisi lain PJK adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh terjadinya
penyempitan dan hambatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Apabila penyempitan ini menjadi parah, dapat
menyebabkan serangan jantung (Soeharto, 2004).
B. Determinan
Menurut American Heart Association, faktor
risiko dapat dibagi menjadi tiga golongan besar diantaranya:
a.
Faktor risiko utama, yaitu faktor risiko yang diyakini secara langsung
meningkatkan risiko timbulnya PJK, misalnya kadar kolesterol darah yang
abnormal, hipertensi dan merokok.
b.
Faktor risiko tidak langsung (contributing risk factor), yaitu faktor
risiko yang dapat diasosiasikan dengan timbulnya PJK seperti diabetes mellitus,
kegemukan atau obesitas, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, kepribadian tipe A,
pemakaian oral kontrasepsi, dan stres. Hubungan antara faktor-faktor risiko tersebut dengan PJK sering kali
bersifat tidak langsung.
c.
Faktor risiko alami, yaitu terdiri dari riwayat keluarga, jenis kelamin,
suku, dan umur.
Sumber lain mengatakan bahwa faktor risiko utama penyakit jantung koroner
adalah tekanan darah tinggi/hipertensi yang dapat menyebabkan beban kerja
jantung menjadi lebih berat pada penderita penyakit jantung koroner (Anwar,
2004). Adanya gejala tekanan darah tinggi/ hipertensi memperbesar risiko
terserang penyakit gagal jantung, serangan jantung, pembesaran ventrikel kiri
jantung, penyakit ginjal kronis dan stroke (Noviyanti, 2015). Oleh karena itu,
pentingnya pengendalian tekanan darah pada penderita penyakit jantung koroner
guna menghindari serangan jantung yang akan berakibat pada kematian.
Penelitian Aliffian (2013) menyebutkan asupan natrium mempunyai pengaruh
terhadap tekanan darah. Peningkatan tekanan darah pada penderita penyakit
jantung koroner disebabkan karena asupan makanan tinggi natrium. Sedangkan gaya
hidup dengan kurangnya aktivitas fisik dan memiliki kebiasaan merokok juga
memiliki pengaruh terhadap tekanan darah pada penderita penyakit jantung
koroner.
Penelitian Sulviana tahun 2008 menyebutkan ada hubungan yang signifikan
antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah diastolik responden.Selain itu,
bahaya merokok yang terutama adalah kejadian hipertensi, penyakit jantung
koroner dan gangguan kesehatan yang lebih luas (Sitorus, 2010). Menurut
penelitian Yulsam (2015) menyebutkan bahwa ada riwayat hipertensi pada
penderita penyakit jantung koroner.
Penelitian Lannywati (2016) menyebutkan bahwa faktor
risiko dominan
yang berpengaruh terhadap penyakit jantung koroner adalah dari yang terbesar
sampai terkecil kekuatan hubungannya adalah hipertensi, gangguan mental
emosional, diabetes mellitus, stroke, umur ≥ 40 tahun, riwayat kebiasaan
merokok, jenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan tidak sekolah-tamat SD,
obesitas sentral, dan tingkat sosial ekonomi miskin atau rendah.
C. Frekuensi
Prevalensi PJK di Indonesia masih cukup tinggi. Hasil laporan
riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi nasional
penyakit jantung adalah 7,2%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi
penyakit jantung diatas prevalensi nasional, salah satunya di Sumatera Barat
yaitu 11,3 % yang di dalamnya tentu termasuk pasien PJK karena DM. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(2013), prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 menurut
diagnosis dokter sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter dan gejala yang sudah ada sebesar 1,5% atau diperkirakan
sekitar 2.650.340 orang. Dilihat dari diagnosis dokter, provinsi di Indonesia
dengan prevalensi penyakit jantung koroner paling tinggi yaitu provinsi Jawa
Barat sebanyak 160.812 jiwa (0,5%) dan prevalensi jantung koroner berdasarkan
diagnosis dan adanya gejala paling banyak di provinsi Jawa Timur sebanyak
375.127 jiwa (1,3%). Provinsi Lampung untuk prevalensi penyakit jantung koroner
menurut diagnosis dokter sebesar 0,2% atau sebanyak 11.121 jiwa. Sedangkan
prevalensi penyakit jantung koroner menurut diagnosis dokter dan adanya gejala
sebesar 0,4% atau sebanyak 22.242 jiwa (Riskesdas, 2013). Menurut hasil
Riskesdas (2013) provinsi Lampung, prevalensi penyakit jantung koroner menurut
diagnosa dokter atau tenaga kesehatan, kota Bandarlampung masuk dalam 5
kabupaten/ kota dengan nilai prevalensi tertinggi. Sedangkan penyakit jantung
koroner di kota Bandar Lampung yang didiagnosa tenaga kesehatan dengan adanya
gejala masih di atas rata-rata prevalensi penyakit jantung koroner di provinsi
Lampung yaitu di atas 0,4% yang merupakan prevalensi terbesar ke-3 setelah
kabupaten Lampung Barat dan kota Metro.
D. Distribusi
a)
Orang
Faktor usia
dan jenis kelamin merupakan penyebab paling utama dari PJK dengan angka kejadian pada laki-laki jauh
lebih banyak dibanding pada perempuan akan tetapi kejadian pada perempuan akan
meningkat setelah menopause sekitar usia 50 tahun. Hal ini disebabkan karena
hormon estrogen memiliki efek proteksi terhadap terjadinya arterosklerosis,
dimana pada orang yang berumur > 65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki
dan 12 % pada wanita. Bertambahnya usia akan menyebabkan meningkat pula
penderita PJK, karena pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan
berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Perubahan yang
paling dini dimulai pada usia 20 tahun pada pembuluh arteri koroner. Arteri
lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun, terjadi pada laki-laki
umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Hasil penelitian
didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol
total akan meningkat dengan bertambahnya umur (Supriyono, 2008).
Menurut
penelitian, pria mengalami serangan jantung rata-rata 10 tahun lebih muda
daripada perempuan, hal ini disebabkan oleh efek proteksi/ perlindungan yang
diberikan oleh hormon estrogen pada kaum perempuan yang masih menstruasi. Pada
usia 25–35 tahun angka kejadian PJK pada pria dibanding perempuan adalah 3:1,
namun memasuki masa menopause, risikonya meningkat menyamai laki-laki, risiko
menderita PJK pada perempuan kulit putih yang telah menopause di Amerika adalah
50%, dengan angka kematian 31%. Sebenarnya angka kematian akibat PJK pada kaum
perempuan jauh lebih tinggi dibanding akibat kanker, akan tetapi penyakit
kanker bagi mereka lebih menakutkan (Rahayoe, 2010). Penelitian di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 1995, 118 perempuan yang masuk di
gawat darurat dengan serangan jantung, 89 persen di antaranya sudah menopause.
Banyak faktor berperan dalam mempercepat terjadinya penyakit jantung pada
wanita. Pertambahan usia menyebabkan penuaan pada sel-sel tubuh, termasuk sel jantung dan pembuluh
darah. Ini akan meningkatkan kejadian dan proses terjadinya penyakit jantung
koroner (Ganesya, 2007).
Pada
kelompok umur memperlihatkan persentase tertinggi umur 45 tahun ke atas. Hasil
penelitian di Inggris (Megan, 2009), menemukan bahwa insiden kelompok umur 45–54
sebesar 4 per 1000 perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan insiden kelompok
umur 35–44 tahun yaitu 1 per 1000 perempuan. Sebagaimana diketahui bahwa usia
> 45 tahun merupakan masa peralihan dari premenopause ke perimenopause,
sehingga sangat penting dilakukan pendekatan gender spesific tentang
faktor-faktor risiko PJK (Yusnidar, 2007). Hasil penelitian di Makasar
menunjukkan, umur tertinggi PJK adalah 40–50 tahun, jenis kelamin yang
terbanyak adalah perempuan (Caroline, 2011). Dengan demikian penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yaitu faktor risiko kelompok umur 45 tahun ke
atas tinggi. Menurut tingkat pendidikan (Sundstorm, 2005) dilaporkan bahwa skor
Framingham untuk risiko PJK pada kelompok pendidikan tinggi secara bermakna
lebih rendah, yaitu (4,7±5,1) dibandingkan kelompok pendidikan menengah ke
bawah (6,1 ± 5,3). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya, di mana persentase PJK tertinggi pada
kelompok pendidikan rendah (66,5%). Sedangkan berdasarkan status perkawinan
cerai hidup/mati mempunyai persentase lebih tinggi daripada yang menikah.
Persentase paling rendah adalah yang belum menikah. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian lain yang juga mendapatkan hasil bahwa responden dengan status
cerai prevalensi PTM lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum kawin atau
status kawin (Julianti, 2003).
b)
Tempat
Penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi pada negara maju di
bandingkan negara sedang berkembang dan lebih banyak ditemukan di daerah
perkotaan di bandingkan dengan daerah pedesaan.
Menurut laporan WHO 2004, pada tahun 2002
jumlah penderita PJK mencapai 56,8 juta yaitu 3,9% dari seluruh beban penyakit
di dunia. Jumlah penderita PJK di Afrika sebanyak 3,3 juta (5,6%), di Amerika
6,2 juta (10,6%), di Asia Tenggara 20,7 juta (35,3%), di Eropa 15,7 juta
(26,7%), di Timur Tengah 5,3 juta (9%), dan di Asia Pasifik 7,4 juta (12,8%).
PJK menyebabkan 7,1 juta kematian yaitu 12,6% dari seluruh kematian di dunia.
Jumlah kematian di Afrika 400 ribu (5,6%), di Amerika 900 ribu (12,5%), di Asia
Tenggara 2 juta (27,8%), di Eropa 2,4 juta (33,3%), di Timur Tengah 500 ribu
(6,9%) dan di Asia Pasifik 1 juta (13,9%).
c)
Waktu
Epidemi PJK dimulai pada abad 17 di Amerika Utara, Eropa,
dan Australia. Angka kematian tertinggi di temukan di Finlandia, Skotlandia,
dan Irlandia. Pada tahun 1998 di Inggris penyakit Kardiovaskuler menyebabkan
250 ribu kematian, dimana 22,2% diantaranya karena PJK yang terdiri atas 25%
kematian pria dan 20% kematian wanita.
Di Negara berkembang termasuk Indonesia pada mulanya PJK
menyerang masyarakat golongan social ekonomi tinggi, namun saat ini telah
merambat kepada golongan social ekonomi menengah ke bawah.
Di negara maju, penyakit jantung dan pembuluh darah
merupakan pembunuh nomor satu, terutama di Eropa. Di Wales, satu dari empat
orang Wales mengalami serangan penyakit jantung koroner (prevalens rate) sebelum
ulang tahunnya yang ke 75. Kondisi ini dikaitkan dengan pola hidup sehari-hari
yang tidak sehat.
Di
Inggris, satu dari empat laki-laki dari lima perempuan meninggal pertahunnya
akibat penyakit jantung koroner (Sex Spesific Death Rate), yang
mempresentasikan sekitar setengah kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Di
Inggris, terdapat perbedaan regional sosio ekonomi dan etnik yang bermakna
dalam prevalensi penyakit jantung koroner. Prevalensi tertinggi terdapat di
utara Inggris dan Skotlandia.
1.
Pencegahan
Dalam upaya mengurangi risiko dan menunjang proses
penyembuhan penyakit degeneratif termasuk penyakit jantung dan pembuluh darah, peranan pola
makan sehat dan gizi seimbang sangat penting. Pengaturan pola makan bagi pengendalian penderita
jantung dapat dilakukan dengan mengikuti Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) melalui empat cara :
1. Konsumsi Makanan
Beranekaragam
Makan makanan beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena
tidak ada satu jenis makanan yang
mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan seseorang untuk tumbuh kembang
menjadi sehat dan produktif. Makanan anekaragam menjamin terpenuhinya kecukupan
sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. Makanan sumber zat tenaga
seperti beras, jagung,
gandum, roti, dan ubi, menghasilkan energi untuk aktivitas sehari-hari. Makanan sumber zat
pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan
seseorang berasal dari bahan makanan nabati seperti kacang-kacangan, tempe,
tahu.
Sedangkan yang berasal dari hewan adalah ikan,
ayam, susu serta hasil olahannya. Makanan sumber zat pengatur adalah semua
sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh.
Keanekaragaman makanan dalam hidangan sehari-hari
yang dikonsumsi minimal harus berasal dari setiap satu jenis makanan sumber zat
tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Prinsip idealnya setiap kali makanan,
hidangan tersebut terdiri dari 4 kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk,
sayur dan buah). Dengan mengkonsumsi
makanan beranekaragam termasuk sumber makanan berserat cukup (25 gram/hari)
seperti padi-padian, kacang-kacangan,
sayur dan buah-buahan dapat mencegah atau memperkecil terjadinya
penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung.
2.
Konsumsi Makanan Sesuai Kebutuhan Tubuh
Makanlah Makanan untuk
memenuhi kecukupan energi. Konsumsi energi yang
melebihi mengakibatkan kenaikan berat badan, energi yang berlebih disimpan
dalam bentuk lemak dan jaringan tubuh lain. Apabila keadaan ini berlanjut akan
menyebabkan obesitas disertai berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit hipertensi,
penyakit diabetes melitus, penyakit jantung, dll. Kecukupan masukan energi bagi
seseorang ditandai oleh berat badan yang normal. Berat badan merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui
keadaan gizi dan kesehatan karena itu lakukan penimbangan berat badan secara
teratur.
Makanlah makanan sumber
karbohidrat setengah dari kebutuhan
energi. Sumber karbohidrat komplek adalah
padi-padian,ubi, jagung, singkong, sagu, dll.
Batasi sumber karbohidrat sederhana
seperti gula sampai dengan 3 – 4
sdm/hari, karena konsumsi gula yang berlebih akan menyebabkan konsumsi energi
yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuh sebagi lemak, akumulasi dalam
waktu lama mengakibatkan obesitas.
3.
Batasi Konsumsi Lemak Dan Minyak Sampai
Seperempat Dari Kecukupan Energi
Lemak dan minyak
yang terdapat di dalam makanan berguna untuk
meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan
K, serta menambah lezatnya hidangan.
Ditinjau dari
kemudahan proses pencernaan, lemak terbagi 3 golongan yaitu lemak yang
mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang paling mudah dicerna, lemak yang
mengandung asam lemak tak jenuh tunggal yang mudah dicerna, dan lemak yang
mengandung asam lemak jenuh yang sulit dicerna.
Makanan yang
mengandung asam lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal umumnya berasal
dari makanan nabati, kecuali minyak kelapa . makanan sumber asam lemak jenuh
umumnya berasal dari hewan. Mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner.
Namun membiasakan makan ikan dapat
mengurangi risiko menderita penyakit jantung koroner, karena lemak ikan
mengandung asam lemak omega 3. Asam lemak omega 3 berperan mencegah terjadinya
penyumbatan lemak pada dinding pembuluh darah.
4.
Konsumsi Makanan Rendah Garam dan Tinggi
Kalium.
Dianjurkan untuk
mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) per hari. Konsumsi
natrium yang berlebih terutama yang berasal dari garam dan sumber lain
seperti produk susu dan bahan makanan yang diawetkan dengan
garam merupakan pemicu timbulnya
penyakit tekanan darah tinggi yang merupakan risiko untuk penyakit jantung.
Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di
dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium.
Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah.
Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio
konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik
adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami, banyak
bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio
tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak
menambahkan garam ke dalamnya menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam
bahan, sehingga cenderung menaikkan tekanan darah.
2. Pengobatan
Pengobatan penyakit jantung koroner yang berkaitan dengan
gizi yaitu dengan melakukan diet jantung yang bertujuan agar peningkatan aktivitas dan penurunan berat
membantu pasien untuk mencapai goal serum lipid yang diharapkan serta penurunan
inflamasi pada tubuh. Diet jantung bagi
pasien penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan memenuhi standar makanan
yang telah ditetapkan di Rumah Sakit yaitu:
1.
Diberikan secara bertahap: bentuk makanan dan kandungan zat gizi termasuk energi.
2.
Diet Jantung I, bentuk cair, kandungan energi hanya mencukupi kebutuhan
basal.
3.
Diet Jantung II, bentuk bubur nasi, kandungan energi sedikit diatas
basal.
4.
Diet jantung III, bentuk nasi tim, kandungan energi sudah
memperhitungkan aktivitas ringan.
5.
Diet Jantung IV, bentuk nasi, kandungan energi sudah memperhitungkan
aktifitas sehari-hari.
6.
Kandungan protein diet jantung I –IV sekitar 12% - 15%
7.
Kandungan lemak diet jantung I–IV sekitar 20% - 25%.
8.
Kandungan kolesterol antara 250 mg.
Pada
prinsipnya pengobatan PJK ditujukan
agar terjadi keseimbangan lagi antara kebutuhan oksigen jantung dan
penyediaannya. Aliran darah melalui arteri koronaria harus kembali ada dan
lancar untuk jantung. Pengobatan awal biasanya segera diberikan tablet Aspirin
yang harus dikunyah. Pemberian obat ini akan mengurangi pembentukan bekuan
darah di dalam arteri koroner. Pengobatan penyakit jantung koroner adalah
meningkatkan suplai (pemberian obat-obatan nitrat, antagonis kalsium) dan
mengurangi demand (pemberian beta bloker), dan yang penting mengendalikan
risiko utama seperti kadar gula darah bagi penderita kencing manis,
optimalisasi tekanan darah, kontrol kolesterol dan berhenti merokok.
Jika
dengan pengobatan tidak dapat mengurangi keluhan sakit dada, maka harus
dilakukan tindakan untuk membuka pembuluh koroner yang menyempit secara
intervensi perkutan atau tindakan bedah pintas koroner (CABG). Intervensi
perkutan yaitu tindakan intervensi penggunaan kateter halus yang dimasukkan ke
dalam pembuluh darah untuk dilakukan balonisasi yang dilanjutkan pemasangan
ring (stent) intrakoroner.
Comments
Post a Comment