Skip to main content

RANCANGAN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

TUGAS INDIVIDU
 “EPIDEMIOLOGI K3”
OLEH:
  FITRIANA DWIYANTI (J1A1 15 158) 
 PEMINATAN: EPIDEMIOLOGI 
 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT 
 UNIVERSITAS HALU OLEO 
 KENDARI 
 2017 
 1. Gambar rancangan penelitian 
Jawab:
a. Cross Sectional
b. Case Control
c. Cohort
d. RCT
e. Field Trial
f. Community Trial
2. Sebutkan dan jelaskan contoh kasus untuk rancangan penelitian
Jawab:
 A. CROSS SECTIONAL
Mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat Badan Bayi Lahir (BBL), dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional.
  Tahap pertama : Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-masing.
 - Variabel dependen (efek ) : BBL
 - Variabel independen (risiko ) : anemia besi.
 - Variabel independent (risiko) yang dikendalikan : paritas, umur ibu, perawatan kehamilan, dan sebagainya.
  Tahap kedua : Menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya. 
Subjek penelitian : ibu-ibu yang baru melahirkan, namun perlu dibatasi daerah mana ereka akan diambil contohnya lingkup rumah sakit atau rumah bersalin. Demikian pula batas waktu dan cara pengambilan sampel, apakah berdasarkan tekhnik random atau non-random. Tahap ketiga : Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel dependen-independen dan variabel- variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu yang sama). Caranya mengukur berat badan bayi yang sedang lahir, memeriksa Hb ibu, menanyakan umur, paritas dan variabel-variabel kendali yang lain. Tahap keempat : Mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan. Bandingkan BBL dengan Hb darah ibu. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya atau tidak adanya hubungan antara anemia dengan BBL.

 B. CASE CONTROL
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan antara penyakir AIDS pada pria dengan homoseksualitas. Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS dirumah sakit A, untuk kelompok control pertama dipilih secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh rasio odds sebesar 6,3). Sedangkan kelompok control kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio odds 9,0). Walaupun pada kelompok control pertama lebih banyak penyakit lain dibandingkan pada control kedua, ternyata pada kedua kelompok control praktik homoseksualitas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kasus, sehingga rasio odds pada kedua kelompok control hampir sama. Hal ini jelas memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara homoseksualitas dengan terjadinya AIDS.

 C. COHORT
Penelitian untuk menentukan adanya hubungan antara peminum alkohol dengan terjadinya stroke. Dalam penelitian ini dikumpulkan sebanyak 4.952 orangn peminum alkohol dan 2.916 orang bukan peminum alkohol. Dilakukan pengamatan pada kedua kelompok selama 12 tahun dan diperoleh hasil berikut. Dari 4.952 peminum ditemukan 197 orang menderita stroke dan dari 2.916 bukan peminum terdapat 93 orang menderita stroke. Temuan tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel kontingensi 2 x 2 sebagai berikut. Resiko Relatif (RR) = 0,006/0,018 = 3.67 Resiko Atribut(RA) = 0,066 – 0,018 = 0,048 Dari hasil Penelitan tersebut dapat disimpulkan bahwa peminum alkohol mempunyai resiko 3.67 kali lebih besar jika dibandingkan dengan bukan peminum dan besar resiko yang dapat dihindarkan dengan tidak menjadi peminum adalah 4,8%

 D. RCT
 Pengaruh Penggunaan Vitamin C Terhadap Penyembuhan Penyakit Gusi Berdarah Sampel dibagi menjadi 2 kelompok : • Kelompok eksperimen (intervensi) : Pemberian vitamin C • Kelompok kontrol (non intervensi) : Placebo Hasil: • Kel. Ekperimental, 80% dari jumlahnya lebih cepat sembuh • Kel. Kontrol, hanya 40% dari jumlahnya yang sembuh

 E. FIELD TRIAL
 Contoh penelitian menggunakan metode studi kasus ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Jankowsiki di Amsterdam pertengahan dekade 1970-an yaitu analisis kontekstual mengenai perkembangan stasiun televisi lokal adapun topik lain yang dapat menggunakan metode ini yaitu prilaku memilih dikalangan perempuan perkotaan dalam hal ini kita dapat mengerucutkan dan memfokuskan pada satu kota tertentu, dalam hal ini peneliti bisa mengedintifikasikan berbagai kasus yang telah ada. Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini bahwa diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan. Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1) mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.

 F. COMMUNITY TRIAL
Pencegahan keracunan Timbal Pada Pekerja Dewasa dengan Suplemen Kalsium Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek suplemen kalsium terhadap kadar timbal dalam darah para pekerja dewasa. Partisipan penelitian sebanyak 150 orang terdiri atas 75 orang kelompok kontrol dan 75 orang kelompok perlakuan dengan memberikan suplemen kalsium dengan dosis 3 kali 500 mg perhari selama tiga bulan Simpulan : Pemberian kalsium dengan dosis 3 x 500 mg perhari selama tiga bulan dapat menurunkan kadar timbal dalam darah secara bermakna .

 3. Sebut dan jelaskan faktor-faktor risiko dari penurunan pendengaran berdasarkan ORANG, TEMPAT, WAKTU.
Jawab: Menurut Soetjipto, faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya penurunan pendengaran atau ketulian ialah intensitas bising, frekuensi bising, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, usia dan faktor lain yang dapat berpengaruh (Soetjipto, 2007).

ORANG 
 • USIA
Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya penurunan pendengaran, walaupun bukan merupakan faktor yang terkait langsung dengan kebisingan di tempat kerja. Beberapa perubahan yang terkait dengan pertambahan usia dapat terjadi pada telinga. Membran yang ada di telinga bagian tengah, termasuk di dalamnya gendang telinga menjadi kurang fleksibel karena bertambahnya usia. Selain itu, tulang-tulang kecil yang terdapat di telinga bagian tengah juga menjadi lebih kaku dan sel-sel rambut di telinga bagian dalam dimana koklea berada juga mulai mengalami kerusakan. Rusak atau hilangnya sel-sel rambut ini lah yang menyebabkan seseorang sulit untuk mendengar suara. Perubahan-perubahan pada telinga bagian tengah dan dalam inilah yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas pendengaran seiring dengan bertambahnya usia seseorang. (http://www.ageworks.com/information_on_aging/changeswithagi ng/aging3.html). Penyebab paling umum terjadinya gangguan pendengaran terkait usia adalah presbycusis. Presbycusis ditandai dengan penurunan persepsi terhadap bunyi frekuensi tinggi dan penurunan kemampuan membedakan bunyi. (http://www.ageworks.com/information_on_aging/changeswithaging/aging3.s html). Presbycusis diasumsikan menyebabkan kenaikan ambang dengar 0,5 dB setiap tahun, dimulai dari usia 40 tahun (Djojodibroto,1999). Oleh karena itu, dalam perhitungan tingkat cacat maupun kompensasi digunakan faktor koreksi 0,5 dB setiap tahunnya untuk pekerja dengan usia lebih dari 40 tahun.
• JENIS KELAMIN
Pria umumnya mengalami gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi, sedangkan wanita pada frekuensi rendah.
 • JENIS PEKERJAAN
 Adanya kebisingan di tempat kerja. Kebisingan merupakan faktor fisika di tempat kerja dimana pemajanan faktor fisika ini dapat mempengaruhi dan atau membahayakan kesehatan. Akibat dari kebisingan ini penyakit akibat kerja berupa kecacatan yang ditimbulkan biasanya ketulian oleh jenis pekerjaan pada suatu industri. Berikut adalah sepuluh pekerjaan yang menghauskan Anda untuk terpapar suara keras, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada diri Anda. 1. Penambang Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan (National Institute for Occupational Safety and Health/NIOSH), orang yang bekerja di industri pertambangan memiliki insiden gangguan pendengaran tertinggi. Hal ini dibuktikan dengan 17% pekerja di industri pertambangan mengalami gangguan pendengaran dalam beberapa tingkat. 2. Pekerja konstruksi Berdasarkan data NIOSH, enam belas persen dari pekerja di industri konstruksi telah mengalami kehilangan pendengaran dan menjadi tuna rungu. OSHA juga menambahkan bahwa hal ini terjadi karena kebiasaan mereka yang bekerja di dalam lingkungan dengan tingkat desibel rata-rata yang mencapai hampir 87 dB. 3. Pekerja pabrik NIOSH mengatakan bahwa di antara orang-orang yang bekerja di bidang pabrik dan manufaktur, 14% dari mereka mengalami gangguan pendengaran. 4. Petugas pelayanan kondisi darurat dan petugas penegak hukum Menurut NIOSH, polisi, pemadam kebakaran, sopir ambulans dan petugas lainnya juga memiliki tingkat risiko tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran. 5. Petani Kebisingan dalam kegiatan pertanian biasanya berkaitan dengan pengperasian alat-alat pertanian. Menurut OSHA, operasi peralatan pertanian menyebabkan petani dan orang-orang yang bekerja di lahan pertanian dapat terpapar suara dengan tingkat desibel hampir 87 dB. 6. Pekerja bandara Biasanya, pekerjaan petugas di bandar udara memang kerap dengan kebisingan. Bayangkan saja jika Anda menjadi pekerja di bandar udara. Dari jarak 200 kaki, sebuah jet dapat lepas landas di hadapan Anda. Padahal, suara jet lepas landas tersebut dapat mencapai 130 dB suara. Menurut OSHA, suara dengan tingkat desibel mencapai 140 dB dapat menyebabkan rasa sakit fisik. Tentunya hal ini sangat berisiko untuk pendengaran Anda 7. Petugas kebun Mesin pemotong, pemangkas dan peralatan yang digunakan untuk mengurus kebun lainnya menghasilkan decibel suara yang cukup tinggi, umumnya berada di kisaran 85-100 dB. 8. Musisi dan krunya Konser, terutama konser rock, merupakan salah satu acara yang dikenal sangat keras dan bising. Tidak heran, suara yang dihasilkan dalam acara tersebut berkisar pada volume 110-140 dB. 9. Guru atau pekerja di penitipan anak Ruang kelas yang dipenuhi dengan anak-anak bisa menjadi salah satu tempat yang cukup bising. Menurut OSHA, kelas dengan obrolan yang tiada henti biasanya menghasilkan suara dengan desibel sebesar 70 dB. Tingkat suara ini masih dikakatan tingkat yang aman. Sayangnya, saat kelas mulai bertambah bising, tingkat suara di kelas dapat dengan mudah naik hingga berada di atas 85 dB. Nilai ini meruakan batas bawah volume yang dikenal dapat mengakibatkan terjadinya cedera pendengaran akibat kebisingan. 10. Pekerja Retail Siapapun yang pernah berbelanja di toko yang ramai, terlebih di hari libur, pasti akan tahu bahwa apapun jenis pekerjaan di tempat tersebut sagat mudah terpapar kebisingan. Hal yang sama terjadi pada pekerja retail. Bahkan, OSHA menuturkan bahwa media tingkat desibel yang didengar oleh pekerja retail dan keseluruhan pekerja grosir hampir mencapai 87 dB.

 TEMPAT
• LINGKUNGAN/TEMPAT KERJA
Pada variabel tempat, tempat kerja seseorang dapat mempengaruhi kesehatan pendengaran seseorang. Jika seseorang tersebut bekerja di tempat yang penuh dengan kebisingan maka risiko untuk mengalami penurunan pendengaran lebih besar daripada seseorang yang tidak bekerja di tempat kebisingan. Misalnya, seseorang yang bekerja di pabrik yang di dalamnya terdapat banyak mesin yang bekerja akan lebih besar memiliki risiko penurunan pendengaran dibandingkan orang yang bekerja di suatu perusahaan yang hanya berhadapan dengan komputer yang tidak mengeluarkan suara bising berlebih.
• SUHU
Suhu udara semakin tinggi tempatnya maka suhu udara semakin berkurang dan tekanan udara juga berkurang, sebaliknya jika suhu udara tinggi, maka tekanan udara juga tinggi. Semakin tinggi suatu tempat, maka suhunya pun semakin dingin, jadi tekanan udaranya juga rendah. Inilah kenapa telinga menjadi sakit ketika berada di atas gunung atau saat naik pesawat. Gangguan telinga ini juga dapat terjadi ketika di daerah pegunungan atau ketika Anda melakukan scuba diving. Biasanya hal ini menyebabkan sakit telinga dan gangguan pendengaran untuk sementara waktu di salah satu atau kedua telinga.

WAKTU '
• MASA KERJA
Penurunan pendengaran pada pekerja yang terpajan bising biasanya terjadi setelah masa kerja 5 tahun atau lebih (Soetirto, 1997). Namun, tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi sebelumnya apabila pekerja terpajan bising dengan intensitas sangat tinggi dengan waktu pajanan melebihi standar yang diperbolehkan setiap harinya. Semakin lama masa kerja yang dilalui pekerja di tempat kerja yang bising, maka akan semakin besar risiko untuk terjadinya penurunan pendengaran.
• LAMA PAJANAN PER HARI
Untuk menentukan bahaya atau tidaknya suatu kebisingan tidak sebatas hanya dengan mengetahui intensitasnya, namun durasi dari pajanan bising tersebut juga sangat penting. Untuk mempertimbangkan hal ini, time-weighted average (TWA) dari pajanan bising juga ikut dipertimbangkan. Untuk kebisingan di tempat kerja, TWA yang digunakan biasanya didasarkan pada waktu kerja 8 jam (European Agency for Safety and Health at Work, 2008a). Semakin lama pekerja terpajan bising, dosis kebisingan yang diterima pekerja akan semakin besar. Efek kebisingan yang dialami pekerja akan sebanding dengan lama pekerja terpajan kebisingan tersebut.

 4. Sebut dan jelaskan faktor-faktor risiko dari MSDs/gejala pada punggung dan sendi berdasarkan ORANG, TEMPAT, WAKTU.
Jawab: Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan, karena banyak faktor yang mempengaruhinya dan dalam banyak kesempatan MSDs terjadi akibat dari kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Adapun faktor risiko yang biasanya muncul memberikan kontribusi terhadap timbulnya MSDs (Kuntodi, 2008) dapat dikategorikan dalam tiga kategori yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan meliputi; postur kerja (postur janggal dan postur statis), penggunaan tenaga, pergerakan repetitif dan karakteristik objek. Fakor karakteristik individu terdiri dari; umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kekuatan fisik dan Indeks Masa Tubuh (IMT). Sedangkan faktor lingkungan terdiri dari; vibrasi/getaran dan mikroklimat (Bridger, 1995; Bernard & Cohen et al, 1997; OSHA & Peter Vi, 2000; Kumar 2001).

ORANG 
• UMUR
Guo et al, 1995; Chaffin, 1979 menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Pada umur 35 tahun sebagian besar pekerja mengalami peristiwa pertama dalam sakit punggung, dan tingkat kelelahan akan terus bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Suatu penelitian yang dilakukan oleh betti’e, et al (1989) tentang kekuatan statik otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan otot menurun sampai 20 %. Pada saat kekuatan otot mulai menurun maka risiko terjadinya otot akan meningkat. Riihimaki, et al (1989) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al. 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Hendra (2001) pada pekerja panen kelapa sawit di PT X Sumatra Selatan menunjukan adanya hubungan antara umur pekerja dengan keluhan MSDs.
 • JENIS KELAMIN
 Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua per tiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, et al (1989) menunjukan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al, (1993), Bernard et al, (1994), Hales et al. (1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut diatas, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas (Tarwaka, et al. 2004).
• KEBIASAAN MEROKOK
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka, et al, 2004). Pengaruh kebiasaan merokok ini masih diperdebatkan, namun beberapa penelitian menunjukan bahwa perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat daripada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant, 1991). Hubungan merokok dengan keluhan MSDs disebabkan karena batuk yang meningkatkan tekanan pada perut dan menimbulkan ketegangan pada tulang belakang atau punggung (Deyo and Bass 1989; Frymoyer at al. 1980; Troup at al. 1987 dalam Bernard, 1997). Penelitian yang dilakukan Ariani (2009) pada tukang angkut barang di Stasiun Jatinegara Jakarta dan penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada operator Cant Plan PT X menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs.
• KEKUATAN FISIK
Kekuatan/kemampuan kerja fisik (Tarwaka, et al, 2004) adalah suatu kemampuan fungsional seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan aktivitas otot pada periode waktu tertentu. Lamanya waktu aktivitas dapat bervariasi antara beberapa detik (untuk pekerjaan yang memerlukan kekuatan) sampai beberapa jam (untuk waktu yang memerlukan ketahanan). Beberapa hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian lainnya menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. Sementara itu Betti’e, et al (1990) menentukan bahwa pekerja yang sudah mempunyai keluhan pinggang mampu melakukan pekerjaan seperti pekerja lainnya yang belum memiliki keluhan pinggang.

TEMPAT 
Faktor lingkungan atau tempat kerja seseorang yang mempengaruhi risiko MSDs terdiri atas vibrasi di tempat kerja dan mikrolimat. Vibrasi dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982). Paparan vibrasi pada seluruh tubuh merupakan faktor risiko yang dapat berkontribusi untuk menyebabkan cidera, khususnya di tulang belakang dan leher serta punggung bagian bawah. Paparan jangka panjang akan menyebabkan MSDs, diketahui gejala yang semakin progresif dimulai mati rasa atau perubahan warna pada ujung beberapa jari tangan. Kemudian akan terjadi penurunan rasa dan ketangkasan tangan (Budiono, 2004) Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan kendaraan atau mesin yang besar (Cohen, et al, 1997). Mikroklimat dalam lingkungan kerja menjadi sangat penting karena dapat bertindak sebagai stressor yang menyebabkan strain kepada pekerja apabila tidak dikendalikan dengan baik. Mikroklimat di tempat kerja terdiri dari unsur suhu udara, kelembaban, panas radiasi dan kecepatan gerakan udara (Suma’mur, 1948 dan Bernard, 1996 dalam Tarwaka, et al, 2004). Bagi orang Indonesia, suhu yang dirasa nyaman adalah berada antara 24˚C - 26˚C serta toleransi 2 – 3 ˚C di atas atau di bawah suhu nyaman. Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun. Proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. Dengan demikian jelas bahwa mikroklimat yang tidak dikendalikan dengan baik akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan pekerja dan gangguan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan beban kerja, mempercepat munculnya kelelahan dan keluhan subjektif serta menurunkan produktivitas kerja (Tarwaka, et al, 2004).

WAKTU 
• MASA KERJA
Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs), terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Cohen, et al (1997) menjelaskan bahwa masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko MSDs. Penelitian yang dilakukan oleh Hendra; Rahardjo (2009) Pada 117 Pekerja Panen Kelapa Sawit di PT “X” Sumatra Selatan menunjukan ada hubungan antara masa kerja (>4 tahun dan <4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang=""> 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat risiko terkena penyakit jantung koroner. Pada batang rokok terdapat kandungan karbon monoksida yang dapat memicu penyumbatan dalam pembuluh darah sehingga dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10x lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 2X lebih besar daripada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25% kematian PJK pada laki-laki dan perempuan umur Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan kata lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok.
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang=""> • UMUR 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan enters umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur. Di Amerika Serikat kadar kolesterol pada laki-laki maupun perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki kadar kolesteroi akan meningkat sampai umur 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah umur 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause (45-60 tahun) lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada lakilaki Dari penelitian Cooper pada 2000 laki-laki yang sehat didapatkan peningkatan kadar kolesterol total dengan bertambahnya umur. Akan teteapi kadar HDL kolesterol akan tetap konstan sedangkan kadar LDL Kolesterol cenderung meningkat. 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">• JENIS KELAMIN 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar daripada perempuan. Pada beberapa perempuan pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan akan meningkatkan kadar kolesterol. Pada wanita hamil kadar kolesterolnya akan kembali normal 20 minggu setelah melahirkan. Angka kematian pada laki-laki didapatkan lebih tinggi daripada perempuan dimana ketinggalan waktu l0 tahun kebelakang seperti terlihat pada gambar di bawah akan tetapi setelah menopause hampir tidak didapatkan perbedaan dengan laki-laki. 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">TEMPAT 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang=""> • LINGKUNGAN KERJA 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">Lingkungan kerja yang terpapar bahan kimia seperti karbon monoksida(CO) dapat meningkatkan risiko terkena PJK karena menyebabkan penyumbatan pada pembuluh arteri. Misalnya pada Polisi Lalu Lintas yang terlalu lama terpapar asap buangan kendaraan bermotor akan berisiko terkena PJK akibat terlalu sering menghirup zat buangan kendaraan tersebut yaitu Karbon Monoksida (CO). • GEOGRAFIS Risiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata didapatkan risiko PJK yang meningkat pada orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan California. Ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya daripada faktor genetik. 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang=""> WAKTU 
<4 5.="" adanya="" antara="" artery="" bahan="" berdasarkan="" cant="" coronary="" dan="" demikian="" dengan="" dilakukan="" enyakit="" faktor="" hubungan="" jantung="" jawab:="" jelaskan="" juga="" kebiasaan="" keluhan="" kerja="" kimia="" korener="" koroner="" masa="" menunjukkan="" merokok="" msds.="" operator="" orang="" pada="" paparan="" penelitian="" plan="" pt="" risiko="" rteri="" sebut="" soleha="" tahun="" tempat="" waktu="" x="" yang="">• LAMA PAPARAN ZAT KIMIA Kadar zat kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui, agar tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak lebih dari 15 menit, dan si pekerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh, maupun terbius. Jika lebih dari 15 menit maka pekerja harus segera berhenti agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama periode kerja tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

PENGALAMAN BELANJA DI LAKU6.COM

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Hari ini saya akan membagikan sedikit pengalaman saya membeli hp second di  LAKU6.COM Oke langsung saja XD Sekitar awal mei saya mencari-cari e-commerce online yang menawarkan cicilan hp tanpa menggunakan kartu kredit, ternyata sangat banyak penawaran yang saya dapatkan, hanya saja syaratnya yang menurut saya sulit untuk saya penuhi, ada yang syaratnya punya ktp lah, slip gajilah dan melakukan survey di rumah kita, dll. Syarat tersebut saya rasa sulit saya penuhi karena saya yang hanya sebagai mahasiswa yang sangat tidak mungkin memiliki slip gaji saat itu.. Sampai akhirnya saya mengunjungi situs laku6.com atas saran mbah google XD Ternyata harga hp di laku6.com lumayan cukup terjangkau bagi saya sebagai mahasiswa yang hanya mengandalkan uang dari orang tua wkwkwkwkwk Tetapi sayangnya, metode cicilan di laku6.com mengharuskan kita mempunyai kartu kredit Akhirnya... Saya memberanikan diri untuk meminjam kartu kredit tante saya dan

KONSEP PROYEKSI PENDUDUK (MATA KULIAH DASAR KEPENDUDUKAN)

2.1 Pengertian Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk adalah perhitungan jumlah penduduk (menurut komposisi umur dan jenis kela m in) di masa yang akan dat a ng berdasarkan asumsi arah perkembangan fertilitas, mortalitas dan migrasi. Data penduduk Indonesia yang dapat dipakai dan dipercaya untuk keperluan proyeksi adalah berasal dari sensus penduduk (SP) yang diselenggarakn pada tahun yang berakhir “0” dan survei antar sensus (SUPAS) pada tahun yang berakhir “ 5 ”. Proyeksi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan provinsi yang disajikan dalam publikasi ini merupakan angka final dan mencakup kurun waktu dua puluh lima tahun, mulai tahun 2010 sampai dengan 2035. Pembuatan proyeksi dengan kurun waktu yang panjang ini dimaksudkan agar hasilnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan terutama untuk perencanaan jangka panjang. Disisipkan pula proyeksi kilas balik untuk memenuhi tren masa lalu hingga masa yang mendatang. Dengan terbitnya publikasi ini, maka proyeksi-

BENARKAH PACARAN BISA BIKIN SEMANGAT BELAJAR?

BENARKAH PACARAN BUAT SEMANGAT BELAJAR? By: IndonesiaTanpaPacaran Salah satu alasan pacaran adalah biar belajarnya semangat. Wow. Niat lu gue suka. Niat biar semangat belajarnya. Tapi gue mau Tanya nih, jawab yang jujur ya, masak iya sih pacaran bisa buat semangat belajar? Ya iyalah, Kak. Apalagi kalau punya pacar satu kelas, sama-sama kelas satu pulak. Lol, apa hubungannya? Hehe. Gue kasih tahu ya, kalau lu punya alasan gitu, gue gak terima dengan akal sehat, apalagi akal orang gila. Kenapa? Karena survey membuktikan, mereka yang pacaran lebih banyak galaunya daripada belajarnya. Gak percaya kalau pacaran banyak galaunya? Malam-malam nomor si doi gak aktif, lu bakal gak bisa tidur karena khawatir bingit. Atau nomornya aktif tapi gak angkat-angkat n gak bales-bales sms lu. Lu akan sangat-sangat galau. Halah, ngayal aja. Hehe. Intinya, pacaran itu mah banyak galaunya. Semangat belajar itu gak ada, malah lu jarang belajar. Bisa jadi nomornya aktif, lu bukannya belajar malah lu sms-a